Total Pageviews

Translate

sharing

Pembaca dipersilahkan untuk menyalin atau men”copypaste” setiap isi dari Blog ini, dengan atau tanpa mencantumkan Blog ini sebagai sumbernya. Terima kasih

Cerita Kuliah di Jerman

Delapan tahun tinggal di negeri Angela Markel ini, menjadi sesuatu hal yang saya sangat syukuri dalam perjalanan hidup. Saya tidak pernah terpikir kalau jalan Tuhan membawaku bisa menapak di sini. Dianuegerahi IPK 3,84 ketika lulus s1 dulu hanyalah salah satu tiket yang kemudian saya sadari erat kaitannya untuk bisa diterima oleh dua universitas di Jerman saat itu, walau, tidak bisa dikesampingkan syarat-syarat lain sama penting, seperti pengalaman kerja dan dana.

<!– google_ad_section_start –>

Saya datang ke Jerman hanya dengan modal biaya hidup setahun. Ijasah dan zulassung (surat diterima universitas), yang semestinya bisa digunakan untuk melamar beasiswa, nyatanya saat itu tidak ada beasiswa yang terbuka untuk program study saya (baik Jerman ataupun Indonesia), untuk teknik sipil-struktur bangunan gedung. Saya memutuskan untuk tetap melanjutkan kuliah dengan merogoh tabungan saya selama 5 tahun bekerja sebelumnya. Dan sebagian kebutuhan saya kemudian, dibantu oleh keluarga serta dari hasil bekerja setelah di Jerman.
Walau saya tidak suka menyebut kata “iri”, karena entah kenapa, buat saya konotasinya condong negatif, namun untuk sekedar menggambar saja, bahwa terkadang saya menjadi iri melihat rekan-rekan satu kuliah saya yang berulang kali gagal ujian tapi mengantongi beasiswa dari negaranya. Walau saya juga percaya bahwa setiap orang punya jalannya masing-masing. Karena itu, saya selalu mencoba bertanya pada diri saya kembali ketika pikiran saya menjadi berat, mending mana lulus tapi gak dapat beasiswa atau tidak lulus-lulus tapi dapat beasiswa?
“Dua-duanya memiliki beban masing-masing…,” kembali pemikiran itu menggelinding di kepala kian cepat.
***
Setiap orang dalam tingkat kehidupan masing-masing pasti memiliki beban (Ya, iyalah… namanya juga hidup). Begitu juga ketika perkuliahan master saya dulu, saya melihat perbedaan antara penerima beasiswa dan tidak. Semisal; teman saya dari Portugal yang cukup jenius, tapi memang negaranya ataupun Jerman tidak menyediakan beasiswa, tidak jauh kondisinya seperti masalah yang saya hadapi. Dan apa yang saya lihat, dia maksimal dalam kesederhanaan. Dalam arti, tidak jauh berbeda dengan saya yang jumpalitan untuk bisa hidup.
Dulu, karena abang saya diberangkatkan oleh UI ke OHIO di Amerika, saya selalu berpikir bahwa yang pintar memang pasti kuliah di luar karena dapat beasiswa. Namun, nyatanya bukan karena kurang pintar lantas tidak dapat beasiswa. Kesempatan juga mengambil peran. Atau, memang tidak ingin mengambil beasiswa dengan alasan tertentu. Walau satu hal yang pasti bahwa setiap pemegang beasiswa adalah orang-orang pilihan dalam arti juga pintar atau memiliki kelebihan yang sangat potensial. Jangankan mereka, orang-orang yang memilih kuliah di Jerman dengan niat dasar murni untuk kuliah sekalipun (termasuk mereka yang biaya sendiri) layak diacungkan jempol. Karena memang tidak mudah diterima di universitas di Jerman, termasuk, tidak mudah untuk bertahan sampai selesai study.
Apa standar mudah atau tidak? Lihatlah rating universitas dimana kita berada saat ini, lalu bandingkan dengan universitas yang pernah kita menimba ilmu. Untuk Jerman sendiri, pendidikan dipegang oleh pemerintah dan setiap universitas memiliki keunggulan dalam bidang tertentu. Istilahnya pemerataan juga, biar tidak terfokus di satu universitas semata. Jadi, kualitas negeri ya sama saja. Sama-sama susah maksudnya.
Dan yang pasti, kalaupun tidak mengantongi beasiswa, yang penting study nya lancar, karena begitu banyak pemegang beasiswa kembali ke tanah air tanpa hasil. Apa mereka harus disalahkan? Tidak. Mereka telah melakukan yang terbaik yang mereka bisa (suatu saat saya akan bahas). Beasiswa atau tidak, memang pada akhirnya adalah bisa atau tidak menyelesaikan kuliah. Dalam arti, nilai-nilai kuliah jangan sampai mempermalukan Indonesia.
***
1357955058332039945
Dalam kesulitan Tuhan mengajar untuk tau bersyukur.
sumber

<!– google_ad_section_end –>

1 comments:

Unknown said...
This comment has been removed by the author.
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes