Total Pageviews

Translate

sharing

Pembaca dipersilahkan untuk menyalin atau men”copypaste” setiap isi dari Blog ini, dengan atau tanpa mencantumkan Blog ini sebagai sumbernya. Terima kasih

Nikmatnya Kopi tanpa Gula

<!– google_ad_section_start –>
INFO BERITA, Jakarta - Takaran standar membuat cappuccino adalah sepertiga kopi, sepertiga air, dan sepertiga susu. Tapi tidak demikian bagi Saxon Wright. “Saya lebih suka memberi lebih banyak kopi,” kata juri World Barista Championship itu.


Dengan cekatan Wright menunjukkan kebolehannya membuat sajian kopi kebanggaan Italia tersebut pada saat pembukaan cafe Blacklisted di Puri Mall, Jakarta, Jumat lalu, 14 September. Biji kopi bubuk jenis arabica dari Guatemala ia masukkan ke dalam mesin espresso. Proses ini sebenarnya menyeduh kopi ke dalam air panas. Wright menggunakan temperatur sekitar 92-94 derajat Celcius untuk memanaskan air. Dalam hitungan detik, kopi kental mulai keluar dari alat tersebut langsung menuju cangkir.

Pria asal Australia itu segera menyiapkan susunya. Ia memakai produk susu cair kemasan biasa. Dari sebuah tongkat uap di mesin espresso segera muncul susu yang berbentuk foam. Cairan tersebut ia kumpulkan di gelas. Perlahan-lahan ia masukkan susu ke dalam cangkir berisi kopi yang sudah mengental.

Susu ia putar-putar ke dalam cangkir kopi. Setelah hampir penuh, Wright berhenti dan menghentakkan cangkir ke atas meja. Susu ia tuang kembali membentuk garis melintang di tengah cangkir. Langsung saja, buih cairan putih bercampur kopi itu pecah dan membentuk daun pakis. Aroma kopi yang harum dan manis langsung terasa.

Ketika lidah mengecap cappucino itu, memang rasanya manis dan teksturnya seperti santan. Malah kepahitan kopi tidak terasa. Semua bisa terjadi karena Wright memakai biji kopi pilihan. Buih susunya pun ia buat sangat kental, seperti mentega cair.

Kopi yang ia pilih siang itu berasal dari daratan tinggi sebuah desa di Guatemala. Petani di sana hanya memetik biji kopi berwarna merah dengan tangan. Warna tersebut menandakan biji yang telah matang. Bentuknya yang bulat-bulat kecil membuatnya sering disebut berries. Setelah pemetikan, Wright mengatakan, proses selanjutnya adalah pengeringan dan pengelupasan kulit luar.

Biji yang telah berwarna hijau kemudian masuk ke dalam mesin pemanggang. Proses ini disebut roasting. Wright memakai panggangan otomatis dengan suhu sekitar 220 derajat Celcius. Dari temperaturnya, proses pemanggangannya ini disebut City Roast yang umum dipakai di Amerika Serikat. “Jangan terlalu panas, nanti gosong dan rasa manisnya tidak terasa,” ujar pria yang sudah berkecimpung di dunia kopi lebih dari 15 tahun ini. Selanjutnya, biji kopi yang sudah masak bisa langsung dijadikan bubuk dan diseduh.

Menurut dia, secara natural kopi sudah memberikan rasa manis. Jadi tidak perlu penambahan gula saat menikmatinya. A good coffee needs no sugar. Begitulah prinsip Wright. Hal ini, menurut dia, sangat berbeda dengan tradisi di Indonesia. “Di sini orang minum kopi dengan gula banyak sekali,” ujar Wright. Cara itu tidak masalah, tapi cita rasa aslinya akan berkurang.

Aimee Saras, 29 tahun, berpendapat serupa. Menurut dia, orang Indonesia lebih suka minuman dengan banyak rasa. “Sangat berbeda dengan kebiasaan orang-orang di New York,” katanya. Setiap pagi, orang-orang di sana biasa mengawali rutinitas dengan minum kopi, tanpa gula tentunya. Perempuan bertubuh mungil itu pernah menghabiskan masa remajanya di salah satu kota terpadat di Amerika Serikat itu.

Kebiasaan minum kopi pahit, ia bawa sejak memutuskan menetap di Indonesia sekitar empat tahun lalu. Apalagi sekarang Aimee menjadi pembawa acara After Hours pukul satu pagi di Metro TV. “Saya harus minum kopi dulu sebelum bekerja,” ujarnya.
sumber: tempo.co

<!– google_ad_section_end –>

0 comments:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes