Total Pageviews

Translate

sharing

Pembaca dipersilahkan untuk menyalin atau men”copypaste” setiap isi dari Blog ini, dengan atau tanpa mencantumkan Blog ini sebagai sumbernya. Terima kasih

"Romo Kanjeng", Proyek Multikultural Garin Nugroho

Official Portrait of President Sukarno.Image via Wikipedia
Soekarno

Penulis : John Js   
Jakarta – Dalam lima tahun ke depan, sineas Garin Nugroho akan mengangkat kisah perjuangan tokoh-tokoh multikulturalisme, seperti KH Hasyim Asyari, Ki Hajar Dewantara, hingga Presiden RI pertama Soekarno dan wakilnya Mohammad Hatta.
Rencana lima tahunnya itu dimulai justru dengan tokoh kebinekaan yang berjuang dengan taktik strategi silent diplomacy, Mgr (Monsigneur / Uskup Agung) Soegijapranata, yang merupakan Uskup Agung pertama dari kalangan pribumi. Mgr Soegijapranata berperan besar saat pecahnya perang lima hari di Semarang antara pemuda melawan tentara Jepang yang telah menyerah (15-20 Okrober 1945).
Kecekatan diplomasi Mgr Soegijapranata mampu  mempertemukan dialog pimpinan tentara sekutu dan Jepang di gereja Gedangan untuk segera menghentikan perang lima hari itu. Iswarahadi, Direktur Studio Audio Visual Puskat, yang bersiap memproduksi film Romo Kanjeng (nama  julukan Soegija), mengatakan di dalam hati Soegija ada terang, ada lentera yang menerangi kegelapan jiwa di sekelilingnya. 
“Mgr Soegija mencoba menularkan terang itu. Ia telah menyalakan lentera perdamaian.
Lentera perdamaian itu harus terus kita nyalakan, antara lain melalui proyek film ini. Kami merancang film ini bukan sebagai film dakwah, melainkan film yang mengajak kita menata kembali kerakter sebagai bangsa yang luhur. Judul film juga masih harus kami olah kembali. Harapannya tahun ini film telah selesai diproduksi sebagai hadiah Natal,” kata Iswarahadi, pekan ini.
Tafsir Pendewasaan
Tafsir ikhwal Mahatma Gandhi ditulis banyak orang yang berbeda agamanya, ungkap Garin. Ini bisa terjadi lantaran Gandhi adalah tokoh multikuktural yang penuh toleransi dan antikekerasan. “Itulah hal yang saya ingin berikan dan tanamkan pada film Romo Kanjeng, yaitu tafsir pendewasaan. Gus Dur pun pernah ditulis oleh orang nonmuslim,” kata Garin.
Sesungguhnya, diingatkan Garin, Indonesia punya banyak tokoh yang harus diketengahkan menjadi panduan publik. “Salah satunya adalah Soegijapranata ini dengan keberanian bersikap di tengah keseharian bermasyarakat yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin,” kata Garin, melanjutkan.
“Di masa sekarang ini, persoalan multikulturalisme menjadi hal yang menarik. Lima tahun ke depan, saya berharap bisa merayakan tren multikulturalisme di Indonesia,” ditambahkan Garin. Perjuangan cara damai di tahun 1940-1949 dari pahlawan nasional yang jadi sahabat Bung Karno ini terkesan dari ungkapan kata-katanya yang terkenal: “Meskipun dalam keadaan perang, tidak boleh ada kebencian yang hidup di dalam hati kita.”
Budayawan dan pemusik Djaduk Ferianto yang ikut terlibat dalam tim kreatif di proyek film Romo Kanjeng menyebut Soegija sebagai salah seorang pahlawan bangsa yang terselip atau diselipkan. Padahal, nilai kebangsaan yang dipeloporinya harus diangkat kembali dan menjadi inspirasi semangat ke-Indonesia-an dan kebangsaan.

Enhanced by Zemanta

0 comments:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes