JAKARTA, KOMPAS.com - Save Our Soccer (SOS) dalam pernyataan persnya menuntut Komite Pemilihan mencoret Ketua Umum PSSI Nurdin Halid dari daftar bakal calon Ketua Umum PSSI periode 2011-2015. Mereka menilai, Nurdin tidak layak menjadi bakal calon karena merupakan mantan narapidana.
Demikian rilis SOS seperti dikirimkan oleh salah satu anggotanya, Apung Widadi, yang juga Peneliti Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Sabtu (12/2/2011). Menurutnya, pernyataan sikap itu hasil rapat SOS pada Jumat (11/2/2011).
Pernyataan SOS itu berdasarkan rekam jejak Nurdin selaku incumbent yang dituangkan dalam tiga poin, yakni:
1. Pernah menjadi terpidana 2 tahun dalam kasus korupsi dana pendistribusian minyak goreng Bulog Rp 169,71 miliar tahun 2007.
2. Terkait kasus suap pada pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia (baca: kasus cek pelawat), Hamka Yamdu, selaku terdakwa di persidangan di PN Tipikor (27/4/2010) bahkan menyebutkan Nurdin Halid menerima Rp 500 juta.
3. Putusan Pengadilan Negeri Samarinda, Rabu (2/2/2011), dalam persidanganya mengungkapkan, Nurdin Halid menerima uang sebesar Rp 100 juta dari aliran Aidil Fitri, mantan Manajer Persisam yang telah terbukti melakukan korupsi dana APBD untuk klub senilai Rp 1,7 Miliar.
Menurut SOS, jika berdasarkan statuta FIFA, terpidana atau mantan terpidana tidak boleh menjabat sebagai Ketua PSSI. "Hal ini tersirat dalam statuta FIFA Pasal 32 ayat 4 yang berbunyi, 'The members of the Executive Committee... must not have been previously found guilty of a criminal offence.' Artinya, anggota komite eksekutif tidak boleh pernah dinyatakan bersalah atas tindakan kriminal," tegas SOS.
"Seharusnya panitia seleksi mencoret nama Nurdin dalam bursa calon ketua PSSI. Hal ini berdasarkan statuta FIFA dan Pasal 4 UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan Pasal 123 Ayat 2 PP Nomor 16 Tahun 2007 yang telah diundangkan, ditentukan ketua umum induk organisasi olahraga di Indonesia wajib diganti bila telah menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," lanjutnya.
Oleh karena itu, berdasarkan hal itu, SOS mengajukan dua tuntutan kepada Komite Pemilihan, yakni Komite Pemilihan mencoret Nurdin sebagai bakal calon ketua PSSI karena tidak sesuai dengan statuta FIFA , UU SKN tahun 2005 dan PP Nomor 16 Tahun 2007 bahwa terpidana korupsi tidak boleh menjadi ketua umum induk organisasi olahraga (sepak bola) dan Komite Pemilihan juga harus memaparkan rekam jejak semua calon kepada publik secara transparan.
"Penolakan atau pencoretan nama Nurdin Halid dari bursa calon Ketua Umum PSSI ini penting untuk menjaga kredibilitas induk organisasi sepak bola nasional ini di mata masyarakat baik di tingkat nasional maupun internasional. Hal ini juga mendorong adanya reformasi di tubuh PSSI. Selain itu, Komite Pemilihan harus independen tanpa intervensi dan memihak kepada calon mana pun. KPK juga harus ikut memantau prediksi adanya politik uang dalam kongres pemilihan Ketua Umum PSSI," beber SOS.
Demikian rilis SOS seperti dikirimkan oleh salah satu anggotanya, Apung Widadi, yang juga Peneliti Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Sabtu (12/2/2011). Menurutnya, pernyataan sikap itu hasil rapat SOS pada Jumat (11/2/2011).
Pernyataan SOS itu berdasarkan rekam jejak Nurdin selaku incumbent yang dituangkan dalam tiga poin, yakni:
1. Pernah menjadi terpidana 2 tahun dalam kasus korupsi dana pendistribusian minyak goreng Bulog Rp 169,71 miliar tahun 2007.
2. Terkait kasus suap pada pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia (baca: kasus cek pelawat), Hamka Yamdu, selaku terdakwa di persidangan di PN Tipikor (27/4/2010) bahkan menyebutkan Nurdin Halid menerima Rp 500 juta.
3. Putusan Pengadilan Negeri Samarinda, Rabu (2/2/2011), dalam persidanganya mengungkapkan, Nurdin Halid menerima uang sebesar Rp 100 juta dari aliran Aidil Fitri, mantan Manajer Persisam yang telah terbukti melakukan korupsi dana APBD untuk klub senilai Rp 1,7 Miliar.
Menurut SOS, jika berdasarkan statuta FIFA, terpidana atau mantan terpidana tidak boleh menjabat sebagai Ketua PSSI. "Hal ini tersirat dalam statuta FIFA Pasal 32 ayat 4 yang berbunyi, 'The members of the Executive Committee... must not have been previously found guilty of a criminal offence.' Artinya, anggota komite eksekutif tidak boleh pernah dinyatakan bersalah atas tindakan kriminal," tegas SOS.
"Seharusnya panitia seleksi mencoret nama Nurdin dalam bursa calon ketua PSSI. Hal ini berdasarkan statuta FIFA dan Pasal 4 UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan Pasal 123 Ayat 2 PP Nomor 16 Tahun 2007 yang telah diundangkan, ditentukan ketua umum induk organisasi olahraga di Indonesia wajib diganti bila telah menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," lanjutnya.
Oleh karena itu, berdasarkan hal itu, SOS mengajukan dua tuntutan kepada Komite Pemilihan, yakni Komite Pemilihan mencoret Nurdin sebagai bakal calon ketua PSSI karena tidak sesuai dengan statuta FIFA , UU SKN tahun 2005 dan PP Nomor 16 Tahun 2007 bahwa terpidana korupsi tidak boleh menjadi ketua umum induk organisasi olahraga (sepak bola) dan Komite Pemilihan juga harus memaparkan rekam jejak semua calon kepada publik secara transparan.
"Penolakan atau pencoretan nama Nurdin Halid dari bursa calon Ketua Umum PSSI ini penting untuk menjaga kredibilitas induk organisasi sepak bola nasional ini di mata masyarakat baik di tingkat nasional maupun internasional. Hal ini juga mendorong adanya reformasi di tubuh PSSI. Selain itu, Komite Pemilihan harus independen tanpa intervensi dan memihak kepada calon mana pun. KPK juga harus ikut memantau prediksi adanya politik uang dalam kongres pemilihan Ketua Umum PSSI," beber SOS.
sumber: kompas.com
0 comments:
Post a Comment