JAKARTA,
INFO BERITA - Belasan mahasiswa yang mengatasnamakan Lingkar Studi
Mahasiswa Jakarta berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Komunikasi dan
Informatika di Jakarta Pusat, Jumat (30/9). Mereka mendesak pemerintah
melindungi masyarakat dari ”pencurian” pulsa telepon seluler.
Ketua Umum Lingkar Studi Mahasiswa (Lisuma) Jakarta Al Akbar Rahmadillah dalam
orasinya mendesak Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring menindak
tegas operator yang ”mencuri” pulsa.
Pemerintah
juga diminta lebih ketat mengawasi penawaran-penawaran di telepon seluler.
Mereka juga meminta pemerintah berani menindak ”pencuri” pulsa masyarakat.
”Pemotongan
pulsa itu menjadi aduan paling banyak sepanjang tahun lalu. Tiba-tiba dapat
kiriman layanan konten empat digit, misalnya 97xx, padahal tidak pernah
registrasi. Setiap mendapat satu pesan singkat, pulsa dipotong sekitar Rp
2.000. Untuk berhenti juga susah,” ujarnya.
Dia
mengaku beberapa temannya turut menjadi korban. Pesan-pesan penawaran konten
tersebut menjadi semakin banyak beberapa bulan belakangan ini.
Salah
satu contoh dari penawaran konten itu adalah: ”Shanty sedang berduka, karena
dirinya msh di Hong Kong saat ayah- nya
meninggal. Konten GRATIS, klik http://3cb.biz/6/3fzsoo CS:02127243xxx.”
Untuk
menghimpun berbagai modus ”pencurian” pulsa itu, Lisuma akan membuka layanan
pengaduan masyarakat di Monas hari Minggu besok.
Sebelumnya,
Redaksi YTH Kompas juga menerima surat dari
pembaca, yaitu Petrus Purwanto asal Yogyakarta ,
yang mengeluhkan hal serupa.
Petrus
mendapat pesan dari Bonus 34xx. Pesan itu berisi anjuran agar jangan mengisi
pulsa dulu sebab mungkin saja mendapat bonus pulsa bernilai Rp 50.000. Untuk
itu, disarankan melakukan pengecekan dengan mengetik *500*40#. Promosi ini hanya
untuk 40 orang.
Setelah
mengecek, langsung muncul pesan yang mengucapkan terima kasih sudah bergabung
di komunitas dangdut. Konsekuensinya, Petrus mendapat berita tentang dangdut
dan nada dering Rp 2.000 per hari.
Setelah
mendapat pesan itu, Petrus baru sadar ternyata bonus itu cuma akal-akalan sebab
pada bagian akhir pesan tadi baru disebutkan nada sambung Rp 2.000 per ”hr”.
Menurut
Ketua Pelaksana Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo,
pada triwulan pertama tahun 2011, pengaduan masalah telekomunikasi menduduki
peringkat pertama dari total aduan yang masuk ke YLKI, yakni 28 dari 156 kasus.
Sebagian
besar dari aduan masalah telekomunikasi itu adalah pesan yang tak dikehendaki
berupa tawaran kredit atau penawaran produk serta berupa konten bisnis.
”Konten
bisnis itu, misalnya, penawaran nada dering atau informasi lain semacam zodiak.
Pulsa dipotong harian atau bulanan. Seperti nada dering, misalnya, pemotongan
pulsa sekitar Rp 5.000 per bulan,” tuturnya.
Kendati
terlihat kecil, kata dia, perputaran uang atau potensi pulsa yang ”dicuri” itu
cukup besar karena bisnis telekomunikasi memiliki volume besar. Dicontohkan,
pada tahun 2010, ada sekitar 180 juta nomor telepon seluler aktif, sedangkan
tahun 2011 lebih dari 200 juta nomor.
Kepala
Pusat Informasi dan Humas pada Kementerian Komunikasi dan Informatika Gatot S
Dewa Broto menuturkan, regulasi yang mengatur jasa layanan pesan singkat
premium sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium.
”Masyarakat
yang dirugikan bisa menuntut ganti rugi kepada operator,” ujar Gatot. (GAL)
sumber:
kompas.com

0 comments:
Post a Comment