Investor Daily Online
Komunitas warung Internet (warnet) siap melayangkan gugatan class action kepada PT Microsoft Indonesia melalui Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Mereka menilai, Microsoft tidak mampu memberikan jaminan hukum terhadap komunitas yang sudah menggunakan peranti lunak berlisensi milik Microsoft. Selain itu dokumen end user licence agreement (EULA) dan Microsoft Software Rental Agreement (MSRA) yang telah ditandatangani dengan pihak Microsoft tidak menjadikan warnet bebas dari sweeping aparat kepolisian.
"Kalau Judith (Ketua Presidium Asosiasi Warung Internet Judith Monique Samantha, red) memang membela kepentingan komunitas warnet buktikan dengan menuntut Microsoft atas EULA yang tidak berbahasa Indonesia. Karena itu sama dengan pelanggaran terhadap Undang-undang Perlindungan Konsumen. Microsoft juga telah menerapkan MSRA seenaknya," kata seorang pengelola warnet yang tidak ingin disebutkan namanya.
Menurut dia, gugatan terhadap Microsoft tersebut perlu dilakukan untuk menjaga agar komunitas warnet tidak menjadi jajahan pemerintah, maupun kapitalis asing.
Sementara itu pengelola warnet lain dalam mailling list Awari mengatakan, ketentuan dalam MSRA diatur oleh hukum negara bagian Washington AS (poin 9e).
Dia juga mengatakan, penyelesaian sengketa berkaitan dengan MSRA yang dilakukan di Singapura dengan mengacu pada peraturan di negara itu (poin 9f) sama dengan penjajahan. "Sejak kapan kita tunduk pada hukum negara lain," tulis dia dalam mailling list itu.
Apalagi menurut dia, pihak Microsoft baru akan menyosialisasikan MSRA untuk pihak kepolisian pada September - Oktober 2005. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa polisi yang akan melakukan sweeping ke warnet setelah 17 Agustus sesuai kesepakatan Awari belum mengetahui perjanjian tersebut.
"Seharusnya Microsoft ngasih pembelajaran dulu pada Polri, baru
launching MSRA ke warnet. Tapi yang terjadi, kok logikanya dibalik oleh Microsoft ya?" tulis dia mempertanyakan.
Menanggapi desakan tersebut, Judith saat dihubungi Investor Daily mengatakan, dirinya memahami desakan komunitas tersebut.
"Saya katakan, kalau mereka mau bawa masalah ini ke YLKI, ayo. Mau ke Departemen Hukum dan HAM, ya ayo. Tapi saya katakan pada mereka, menuntutnya harus yang proporsional," kata Judith.
Namun demikian, menurut dia, karena saat ini telah ada Direktorat Jenderal (Ditjen) Aplikasi Telematika Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo), sebaiknya lembaga itu yang dimintai bantuan untuk menyelesaikan kasus tersebut.
Sebab, lanjut Judith, masalah dengan pihak Microsoft tersebut terkait dengan aplikasi. Lebih jauh dia menerangkan, komunitas warnet tengah berada dalam kebingungan dan membutuhkan kepastian hukum. Menurut dia, setelah bermigrasi ke peranti lunak open source, seharusnya ada dukungan nyata dari pemerintah.
Mengacu Hukum Lokal
Licence Manager Microsoft Indonesia Anti Suryaman yang dihubungi melalui telepon selularnya mengatakan, tidak benar kalau MSRA tersebut lebih mengacu pada hukum Singapura jika timbul permasalahan hukum antara komunitas warnet dan Microsoft.
"Saya rasa kalau memang terjadi sengketa hukum, pasti mengacu hukum setempat (Indonesia, red). Kecuali ada masalah yang menyangkut arbitrase, baru mengacu pada hukum internasional," ucap dia.
Menurut Anti, acuan pada hukum Singapura yang dimaksud dalam MSRA itu hanya untuk masalah-masalah yang bersifat administratif. Pasalnya, Microsoft Singapura merupakan operation center untuk Microsoft diseluruh Asia.
Lebih lanjut dia menjelaskan, MSRA merupakan solusi terbaik yang diberikan Microsoft untuk membantu komunitas warnet agar bisa berbisnis atau berusaha dengan aman. Karena itulah, untuk mendapatkan MSRA ini, Microsoft tidak memunggut biaya sedikit pun.
Begitupun jika warnet harus berhadapan dengan kasus hukum, terutama dalam masalah penggunaan peranti lunak berlisensi. Menurut dia, Microsoft akan berusaha memberikan bantuan. "Tapi kami kan bukan legal autority. Jadi kalau sudah menyangkut masalah hukum ya itu kewenangan pihak kepolisian," ucap dia.
Ditanya mengenai sosialisasi MSRA kepada aparat kepolisian, Anti mengatakan, meski tidak secara langsung, pihaknya secara pararel telah melaksanakannya. Ini dilakukan dengan mengirimkan berbagai rilis tentang berbagai hal yang berkaitan dengan MSRA itu kepada Mabes Polri. (c76)
(sumber http://www.investorindonesia.com)
Komunitas warung Internet (warnet) siap melayangkan gugatan class action kepada PT Microsoft Indonesia melalui Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Mereka menilai, Microsoft tidak mampu memberikan jaminan hukum terhadap komunitas yang sudah menggunakan peranti lunak berlisensi milik Microsoft. Selain itu dokumen end user licence agreement (EULA) dan Microsoft Software Rental Agreement (MSRA) yang telah ditandatangani dengan pihak Microsoft tidak menjadikan warnet bebas dari sweeping aparat kepolisian.
"Kalau Judith (Ketua Presidium Asosiasi Warung Internet Judith Monique Samantha, red) memang membela kepentingan komunitas warnet buktikan dengan menuntut Microsoft atas EULA yang tidak berbahasa Indonesia. Karena itu sama dengan pelanggaran terhadap Undang-undang Perlindungan Konsumen. Microsoft juga telah menerapkan MSRA seenaknya," kata seorang pengelola warnet yang tidak ingin disebutkan namanya.
Menurut dia, gugatan terhadap Microsoft tersebut perlu dilakukan untuk menjaga agar komunitas warnet tidak menjadi jajahan pemerintah, maupun kapitalis asing.
Sementara itu pengelola warnet lain dalam mailling list Awari mengatakan, ketentuan dalam MSRA diatur oleh hukum negara bagian Washington AS (poin 9e).
Dia juga mengatakan, penyelesaian sengketa berkaitan dengan MSRA yang dilakukan di Singapura dengan mengacu pada peraturan di negara itu (poin 9f) sama dengan penjajahan. "Sejak kapan kita tunduk pada hukum negara lain," tulis dia dalam mailling list itu.
Apalagi menurut dia, pihak Microsoft baru akan menyosialisasikan MSRA untuk pihak kepolisian pada September - Oktober 2005. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa polisi yang akan melakukan sweeping ke warnet setelah 17 Agustus sesuai kesepakatan Awari belum mengetahui perjanjian tersebut.
"Seharusnya Microsoft ngasih pembelajaran dulu pada Polri, baru
launching MSRA ke warnet. Tapi yang terjadi, kok logikanya dibalik oleh Microsoft ya?" tulis dia mempertanyakan.
Menanggapi desakan tersebut, Judith saat dihubungi Investor Daily mengatakan, dirinya memahami desakan komunitas tersebut.
"Saya katakan, kalau mereka mau bawa masalah ini ke YLKI, ayo. Mau ke Departemen Hukum dan HAM, ya ayo. Tapi saya katakan pada mereka, menuntutnya harus yang proporsional," kata Judith.
Namun demikian, menurut dia, karena saat ini telah ada Direktorat Jenderal (Ditjen) Aplikasi Telematika Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo), sebaiknya lembaga itu yang dimintai bantuan untuk menyelesaikan kasus tersebut.
Sebab, lanjut Judith, masalah dengan pihak Microsoft tersebut terkait dengan aplikasi. Lebih jauh dia menerangkan, komunitas warnet tengah berada dalam kebingungan dan membutuhkan kepastian hukum. Menurut dia, setelah bermigrasi ke peranti lunak open source, seharusnya ada dukungan nyata dari pemerintah.
Mengacu Hukum Lokal
Licence Manager Microsoft Indonesia Anti Suryaman yang dihubungi melalui telepon selularnya mengatakan, tidak benar kalau MSRA tersebut lebih mengacu pada hukum Singapura jika timbul permasalahan hukum antara komunitas warnet dan Microsoft.
"Saya rasa kalau memang terjadi sengketa hukum, pasti mengacu hukum setempat (Indonesia, red). Kecuali ada masalah yang menyangkut arbitrase, baru mengacu pada hukum internasional," ucap dia.
Menurut Anti, acuan pada hukum Singapura yang dimaksud dalam MSRA itu hanya untuk masalah-masalah yang bersifat administratif. Pasalnya, Microsoft Singapura merupakan operation center untuk Microsoft diseluruh Asia.
Lebih lanjut dia menjelaskan, MSRA merupakan solusi terbaik yang diberikan Microsoft untuk membantu komunitas warnet agar bisa berbisnis atau berusaha dengan aman. Karena itulah, untuk mendapatkan MSRA ini, Microsoft tidak memunggut biaya sedikit pun.
Begitupun jika warnet harus berhadapan dengan kasus hukum, terutama dalam masalah penggunaan peranti lunak berlisensi. Menurut dia, Microsoft akan berusaha memberikan bantuan. "Tapi kami kan bukan legal autority. Jadi kalau sudah menyangkut masalah hukum ya itu kewenangan pihak kepolisian," ucap dia.
Ditanya mengenai sosialisasi MSRA kepada aparat kepolisian, Anti mengatakan, meski tidak secara langsung, pihaknya secara pararel telah melaksanakannya. Ini dilakukan dengan mengirimkan berbagai rilis tentang berbagai hal yang berkaitan dengan MSRA itu kepada Mabes Polri. (c76)
(sumber http://www.investorindonesia.com)
0 comments:
Post a Comment