Total Pageviews

Translate

sharing

Pembaca dipersilahkan untuk menyalin atau men”copypaste” setiap isi dari Blog ini, dengan atau tanpa mencantumkan Blog ini sebagai sumbernya. Terima kasih

Lika-liku menjebak nasabah?

Lika-liku menjebak nasabah
Rani, sebut saja demikian, nyaris tertipu Rp 10 juta. Pegawai swasta berusia 35 tahun ini sudah berada di mesin ATM ketika akan mentransfer uang. Ia lolos dari jebakan setelah menerima telepon.
Adiknya memastikan informasi yang diterima Rani setengah jam sebelumnya hanya omong kosong.
Kisah Rani bermula ketika menjelang siang pertengahan Juli lalu, ia mendapat kabar yang nyaris membuat jantungnya copot. Pihak sekolah memberitahu, anak semata wayangnya jatuh dari tangga. Anak itu di unit gawat darurat membutuhkan pertolongan.
Dengan sesegukan, ibu guru menyarankan Rani berbicara langsung dengan dokter. Di ujung telepon, dokter menjelaskan kondisi anak. Si anak harus dioperasi, agar nyawanya selamat.
Berbeda dengan intonasi suara guru, dokter berbicara dengan tenang. Dia juga menggunakan istilah medis sewaktu menerangkan tindakan yang akan diambil.
Dokter lalu menyebutkan total biaya operasi. Rani harus mentransfer Rp 10 juta dari total minimum uang muka sebesar Rp 15 juta. Dokter meminta kiriman uang karena guru yang membawa anaknya hanya mempunyai Rp 5 juta.
Rani langsung lemas. Dia menelepon adik, orang rumah, suami dan pembantu yang biasa menemani anak ke sekolah. Ponsel pembantu selalu bernada sibuk. Ia berpikir, si mbok juga sedang menerima telepon dari keluarganya yang lain.
Sementara pihak sekolah tidak ia hubungi, karena yang mengabarkan kecelakaan adalah sang guru. Sewaktu memberi kabar, si penelepon menyebut nama wali kelas anaknya dengan benar. Rani tidak bisa lama-lama bersikap rasional, buah hatinya sedang membutuhkan pertolongan.
Rani mencoba transfer lewat internet banking. Tapi selalu gagal karena koneksi lemot. Dengan sisa tenaga, ia menuju ATM terdekat. Ketika sedang mengantre, ia selamat. Adiknya memperoleh informasi dari orang tua murid lain. Tinggalah si guru dan dokter palsu gigit jari di UGD antahberantah.
Survei korban
Rani bukanlah satu-satunya korban. Kejahatan dengan modus informasi sesat tentang anak kecelakaan di sekolah atau suami tabrakan, begitu marak. Lalu, mengapa masyarakat gampang diperdaya? Dan bagaimana si penipu menyiapkan perangkap dan menyamar?
Menurut Budi Hermanto, Kanit Jatanras Polda Metro Jaya, sindikat penipu ini merancang aksi mereka dengan sempurna. Mereka mengintai semua aktivitas calon korban dan keluarga. "Mereka menyiapkan dengan teliti dan jeli," katanya, mengisahkan pengakuan para penipu.
Dalam kasus Rani misalnya, penipu tahu persis di mana ia bekerja, kapan ke kantor, nomor ponsel dan kebiasaannya antarjemput anak. Penipu juga mengetahui tempat sekolah anak, jam pulang sekolah, tempat les dan nama wali kelas. Yang tak kalah penting, komplotan ini juga memiliki nomor ponsel si pembantu.
Bagi penipu, menguasai ponsel pembantu bernilai strategis, dialah yang selalu menemani anak di sekolah. Dan setiap kali mendengar anak kecelakaan di sekolah, pihak keluarga pasti langsung menghubungi pembantu.
Nah, ketika menjebak Rani, penipu lebih dulu membikin repot pembantu. Makanya, Rani dan keluarganya hanya mendengar nada sibuk dari ponsel pembantu.
Sementara guru palsu melakoni peran dengan sempurna, hanya bermodal sesegukan. Rani tak sempat lagi memikirkan suara asli si guru karena terkecoh tangisan palsu penipu.
Begitu pula si dokter bohongan, sukses menyamardengan penguasaan istilah medis. "Mereka serius menjalani profesi sebagai penipu. Risetnya kuat sehingga tampil menyakinkan," kata Budi.
Menurut pengakuan penipu, informan paling baik adalah si anak itu sendiri. Selain itu, nenek dan pembantu. Penipu mendapatkan nomor telpon dari yellow pages, buku alamat telepon, atau riset lewat internet, jika sasarannya orang terkenal. Nomor telepon ini dipilih acak. Mereka lalu menghubungi siang hari, setelah anak berada di rumah.
Lewat si anak ini, penipu bertanya tentang orangtua, kebiasaan, nomor ponsel hingga aktivitas si anak di sekolah. "Bagaimana mengorek, itu keahlian mereka. Ramah dan membuat nyaman si anak," kata Nathlya Wani Sabu, Kepala Biro Halo BCA, mengenai pengalaman nasabahnya.
Sementara modus SMS perintah transfer, hanya mengandalkan kelalaian nasabah. Biasanya kejahatan ini marak menjelang hari besar keagamaan atau libur panjang. Di momentum seperti ini, nasabah kerap transaksi di luar kebiasaan, seperti memesan kue, gorden, sofa, tiket perjalanan dan sebagainya. "Nah, ketika menerima SMS untuk transfer pembayaran ke rekening tertentu, nasabah menurut. Dia menyangka, pengirim SMS adalah pemilik toko tempat ia memesan barang," kata Wani.
Melihat cara penipu memasang perangkap, Anda dan keluarga harus lebih berhati-hati, terutama mendapat telepon dari orang tidak dikenal. Ketika mendengar anggota keluarga kecelakaan, jangan panik. Ini cara paling bijak ketimbang menunggu inisiatif bank memberantas rekening penipu. (Selesai)
sumber:kontan.co.id

0 comments:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes