Setelah memiliki produk komputer dan notebook, kini, Axioo menyasar pasar smartphone. Tujuannya tak lain untuk diferensiasi produk. Axioo juga membuka kantor di Singapura
sebagai jembatan untuk menggarap pasar Asia Tenggara. Nah, bagaimana strategi bisnisnya? Untuk itulah wartawan KONTAN Epung Saepudin mewawancarai Samuel Lawrence, Chief Executive Officer (CEO) Axioo International, di kantornya.
Kami memperkenalkan brand atau merek Axioo sejak 2004 lalu dan kini berkembang cukup signifikan. Memang, dari 2004 sampai 2006, kalau mau jual Axioo selalu muncul pertanyaan, merek apa itu? Dari mana? Tapi, sejak 2007, kalau mau belanja produk information technology (IT), orang sudah kenal brand kami.
Memang, di mata konsumen, jadi perusahaan lokal agak kurang menguntungkan. Sebab, konsumen Indonesia kurang menghargai merek lokal. Berbeda di Jepang atau Korea Selatan. Mereka bangga menggunakan produk buatan sendiri, meski produknya lebih inferior. Mereka berharap, dengan mendukung produk itu, ke depan, produknya bisa lebih baik.
Problem ini kami atasi dengan meningkatkan merek. Kami berkomitmen memberikan produk terbaik melalui proses International Organization for Standardization (ISO) dan pemilihan komponen dengan kontrol kualitas yang baik.
Kami ingin Axioo dekat dengan konsumen. Makanya, kami punya jaminan 3 x 3. Artinya tiga jam servis pasti selesai, tiga tahun garansi, dan tiga tahun sejak barang dibeli, spare part kami pastikan tetap ada.
Sekarang, kami mempunyai 80 Axioo Service Point di Indonesia. Ini membuktikan komitmen kami kepada konsumen. Service center kami juga sudah ada di Malaysia, Thailand, Singapura, dan Vietnam. Bagi kami,service center di beberapa negara tak melulu berkaitan dengan biaya. Toh, kami juga menjual produk di sana.
Bahkan, belum lama ini, produk kami masuk dalam proyek pendidikan di Malaysia. Kami dipilih pemerintah Malaysia bersama brand lain seperti Lenovo dan Acer. Jadi, ada tiga brand multinational company, termasuk kami. Proses seleksinya juga sangat ketat.
Malaysia menjadi tonggak keberhasilan kami karena selama ini kami cuma banyak bermain di ritel. Ini menunjukkan bahwa kami bisa bersaing dengan multinational brand lain. Proyek ini mengarah ke primary school dan junior high school di Malaysia. Soal nilainya saya tak bisa ceritakan, confidential, ada kompetitor lain.
Tapi, kami akan terus berinovasi dan memperbaiki produk. Misalnya soal pengolahan suara. Kami sedang berbicara dengan beberapa perusahaan agar produk kami mempunyai pengolahan suara yang lebih baik, berkualitas dolby mobile.
Soal kualitas, kami tidak akan berkompromi. Kami tidak bilang produk kami paling bagus. Tapi, kami memilih komponen yang paling tepat buat konsumen. Harga terjangkau, kualitas tidak kompromi.
Kami sadar harus ada kemampuan diferensiasi produk supaya memenangi persaingan. Makanya, jika tahun lalu kami belum banyak melakukan diferensiasi produk, tahun ini, kami akan mendorongnya.
Beberapa minggu lagi, kami akan meluncurkan produk baru. Saya belum bisa buka detailnya. Tapi, kami pastikan bahwa kami membuat produk yang belum ada, totally new category.
Yang pasti, produk yang di kembangkan cocok untuk orang Indonesia lantaran didesain oleh insinyur Indonesia dan dipasarkan di sini.
Indonesia pasar utama
Meski tetap menggarap pasar Indonesia, kami berancang-ancang membidik pasar Asia Tenggara dengan mendirikan kantor di Singapura. Alasan utama kami simpel saja. Logistik di Singapura lebih well established.
Kalau memasukkan produk ke Singapura, lantas diekspor ke negara lain, biaya dan waktunya itu jauh lebih efisien. Kalau mau menang di pasar Asia Tenggara, Singapura menjadi pilihan penting. Di Singapura, proses ekspor impor dalam hitungan jam. Di sini butuh berminggu-minggu.
Pasar paling besar dan penting di Asia Tenggara masih Indonesia. Berikutnya adalah Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Filipina. Ada perbedaan karakter pasar. Di Thailand, harga jual rata-ratanya sedikit lebih mahal. Mereka ingin spesifikasi lebih tinggi. Maklum, pendapatan per kapita (GDP per kapita) di sana tinggi. Malaysia juga tidak berbeda jauh.
Saat ini, produk yang sedang menjadi tren adalah tablet. Tapi, kami tidak melihat tablet bakal menggantikan peran notebook. Saya definisikan tablet itu sebagai alat social computing, bukan mobile computing. Dengan begitu, otomatis tablet memiliki keterbatasan.
Untuk Indonesia, sepertinya, kita tidak mungkin langsung berpindah ke tablet karena penetrasi pasarpersonal computer (PC) masih rendah, baru 8% dari jumlah penduduk. Padahal, di Vietnam sudah 15% lebih punya PC meski GDP Vietnam cuma setengah Indonesia.
Di luar negeri, khususnya di Eropa dan Amerika Serikat, hampir semua orang sudah punya PC. Oke, orang bisa bilang, ditunda dulu beli notebook-nya, beli tablet dulu. Tapi, di Indonesia, banyak orang masih belum mempunyai PC.
Baru-baru, ini kami mengeluarkan smartphone Android ke pasar. Ada dua alasan. Pertama, menurut kami,smartphone kian kompleks. Akibatnya, end user semakin kesulitan memakai telepon pintar. Soalnya, penjualnya tidak skillful.
Lihat saja, kini, banyak toko ponsel sulit untuk bisa menginstalasi seluruh kemampuan yang ada dismartphone. Sebab, kompleksitas telepon pintar ini lebih dekat ke komputer. Makanya, para mitra kami yang biasa menjual komputer Axioo merupakan mitra terbaik untuk menjual smartphone.
Mereka terbiasa dengan consultating selling, layaknya menjual komputer. Di penjualan smartphone Android dengan fitur baru yang canggih, otomatis toko juga berperan banyak.
Alasan kedua, menurut survei beberapa lembaga, dalam jangka panjang, produsen komputer akan berebut mengeluarkan handphone. Mereka mengeluarkan produk yang bisa computing. Prediksi survei, PC brandlebih punya advantage.
Sekarang memang belum bisa dinilai hasil penjualan smartphone Axioo lantaran baru dipasarkan. Saya kira masih sangat prematur menghitung penjualan smartphone. Tapi, responnya sangat bagus.
Kami memang memakai Android. Tapi, kami tak akan eksklusif. Kami akan lihat saat Windows (Mobile) 8 keluar nanti. Mungkin itu akan menjadi opsi lain kami.
Saat ini, perakitan smartphone masih di luar negeri. Sebab, jumlahnya masih belum memenuhi skala ekonomi untuk merakit di sini. Ini juga menyangkut efisiensi biaya. Tapi, notebook dan komputer sudah kami rakit di sini. Di Sunter, kami punya tujuh assembly line perakitan notebook.
Saat ini, kami punya produk notebook Axioo Neon NHM, hasil kerja sama dengan Intel yang diluncurkan di ajang Consumer Electronics Show 2011 di Las Vegas, Januari lalu. Ini satu pembuktian bahwa kami punya kapabilitas mengembangkan sebuah produk. Bukan cuma on time, kami juga leading dalam waktu. Saat peluncuran, banyak brand luar negeri belum siap produk. Tapi, kami sudah jual hari itu juga.
Produk hasil desain kami juga dipakai brand lain. Kami memberi lisensi desain produk ke beberapa brandseperti Positivo di Brasil, Lanix di Meksiko, DNS di Rusia, Neo di Filipina, dan HCL di India. Mereka leading brand di negara masing masing. Kami patut bangga.
http://executive.kontan.co.id
sumber:
0 comments:
Post a Comment