Image via WikipediaJAKARTA: Kondisi sebagian besar air tanah di Jabodetabek dan Bandung tidak layak digunakan sebagai air minum karena mengandung bakteri coliform dan memiliki tingkat keasaman di luar ambang batas wajar.
Sumengen Sutomo, Pakar Kesehatan Lingkungan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, mengatakan air di bumi mengalami siklus hidrologi tetapi kuantitasnya tidak berubah.
"Mengacu pada standar air minum yang ditetapkan pemerintah, baru 24% masyarakat di Indonesia memperoleh akses air minum yang aman. Namun di Jabodetabek dan Bandung air dari sumber tertutup dan terbuka telah tercemar," ujarnya dalam Seminar Pencemaran Air Minum, hari ini.
Persentase itu masih jauh di bawah target dan komitmen pemerintah dalam Millennium Development Goals untuk memastikan 50% masyarakat Indonesia mendapatkan akses air layak minum dan sanitasi dasar, kata dia.
Menurut dia, PBB telah menetapkan air minum dan sanitasi sebagai hak asasi manusia.
Setyo Sarwanto Moersidik, Pakar Teknik Lingkungan dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia, mengatakan khusus di Jakarta sejak 5 tahun terakhir nyaris 90% sumur pantau terindikasi terkontaminasi bakteri coli atau coli tinja.
"Terbatasnya pasokan air bersih membuat masyarakat mengkonsumsi air dalam kemasan yang harganya lebih mahal karena pemerintah melalui PAM belum bisa memenuhi kebutuhan air bersih, khususnya air minum," ujarnya.
Hasil survei Sucofindo dan Unilever Indonesia terhadap 300 sumber air minum rumah tangga pada 2010 mendapati bahwa 48% sumber air tanah di Jabodetabek dan Bandung mengandung bakteri coliform.
Hasil lainnya mencatat 50% air tanah di Jabodetabek dan Bandung berada pada tingkat keasaman (pH) rendah di luar ambang batas wajar yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.492/2010.(er)
0 comments:
Post a Comment